Selasa, 22 Oktober 2013

 

A.           DEFINISI 
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma ( Barbara C Long, 2007 : 262 )
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang (Luckman & Sorensen 2008).
Glaukoma adalah Gangguan pada mekanisme pengeluaran cairan didalam mata yang dapat menyebabkan sumbatanakibat penyempitan pada saraf mata, dan akar iris atau juga karena faktor keturunan. Manifestasi klinik pada glaucoma adalah penglihatan kabur  mendadak, nyeri hebat, mual, muntah dan melihat halo (pelangi disekitar objek)(Bruce James.  et al , 2006 : 95).
Glaukoma adalahkelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan didalam bola mata sehingga lapang pandangan dan visus mengalami ganggauan secara progresif (Menurut kelompok, 2013)
Dalam hal ini cairan yang mengalami gangguan yang dihubungkan dengan penyakit glaukoma adalah aqueus humor, dimana cairan ini berasal dari badan sisiari mengalir ke arah bilik anterior melewati iris dan pupil dan diserap kembali kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai saluran schlemm. (Evelin C. Pearce : 317).Secara normal TIO 10 -21 mmHg karena adanya hambatan abnormal terhadap aliran aqueus humor mengakibatkan produksi berlebih badan silier sehingga terdapat cairan tersebut. TIO meningkat kadang – kadang mencapai tekanan 50 – 70 mmHg.
B.            ETIOLOGI
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:
         Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga
         Penyakit hipertensi
         Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya
         Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
         Ras tertentu
         Tekanan bola mata
         Pemakai steroid secara rutin
C.           KLASIFIKASI
a.      Glaukoma Primer
·         Glaukoma sudut terbuka
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat.
Secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang progresif.
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma mendadak) sering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi juga pada anak-anak. Penyakit ini cenderung bersifat menurun dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus atau miopia.
Hilangnya fungsi penglihatan dimulai dari tepi lapang pandang. Apabila kondisi ini tidak segera diobati, pada akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang pandang dan menyebabkan kebutaan. Pada awalnya peningkatan tekanan di dalam mata tidak menimbulkan gejala. Namun, lama-kelamaan timbul gejala sebagai berikut:
-          Penyempitan lapang pandang tepi
-          Sakit kepala ringan, mual, dan muntah
-          Gangguan penglihatan yang tidak jelas, misalnya melihat lingkaran disekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan
-          Mata agak menonjol, terkadang mirip mata ikan mas koki (sudah parah)
-          Pupil atau manik mata lebih besar
Pada akhirnya, akan terjadi penyempitan yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak lurus kedepan (disebut penglihatan terowongan). Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.Tidak ada tindakan yang dapat dicegah terjadinya glaukoma sudut terbuka.Namun, apabila penyakit ini ditemukan sejak dini maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan.
·         Glaukoma sudut tertutup (glaukoma menahun)
Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil, misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan untuk pemeriksaan mata, atau obat tertentu bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris.Iris bisa bergeser secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata secara mendadak.
Umumnya, penglihatan menjadi kabur dan terkadang melihat seperti pelangi. Penyebab glaukoma tertutup (glaukoma menahun) terjadi karena adanya tekanan dalam bola mata yang meningkat, yaitu terdapat saluran yang menghubungkan bilik depan dan bilik belakang. Kedua bilik berisi cairan sehingga terbendung.Oleh karenaya, tekanan didalam bilik meningkat dan mengakibatkan selaput bening (kornea) mata menjadi rusak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu.Penyebab lainnya adalah menulis, membaca, dan menonton di tempat gelap dan marah berlebihan. Glaukoma akut lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan melebar dibawah cahaya redup. Glaukoma sudut tertutup terjadi bila saluran tempat mengalrnya humor aqueus terhalang oleh iris.
Penyakit glaukoma sudut tertutup akut bisa menyebabkan penurunan fungsi penglihatan ringan, terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya, serta nyeri pada mata dan kepala. Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut.Penderita juga mengalami mual muntah, kelopak mata membengkak, mata berair dan merah, serta pupil melebar dan tidak bisa mengecil bila diberi sinar terang.
Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa terulang kembali. Setiap serangan susulan akan berakibat pada semakin berkurangnya lapang pandang penderita.
Orang-orang memiliki risiko menderita glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin.Apabila risikonya tinggi, sebaiknya menjalani iridotomi untuk mencegah serangan akut.
b.      Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder terjadi bila mata mengalami kerusakan akibat infeksi, peradangan, tumor, katarak yang meluas, serta penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis.Disamping itu, juga bisa disebabkan oleh adanya penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan dalam mata.Beberapa obat, misalnya kortikosteroid, juga bisa menyebabkan peningkatan tekakan intraokuler.

c.       Glaukoma kongenitalis
Glaukoma kongenital sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan pada saluran hunor aqueus. Glukoma kongenital sering kali bersifat menurun
D.           PATOFISIOLOGI
Glaukoma dapat disebabkan oleh genetik, penyakit mata lain ataupun kongenital. Hal ini menyebabkan Peningkatan Intraokuli. Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
         Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkanpengeluaran pada jalinan trabekular normal
         Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik matabelakang ke bilik mata depan
         Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti).Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. TIO menyebabkan Penyempitan lapang pandang dan ketidakseimbangan produksi dan aliran akueos humor, yang menghambat aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Akibatnya saraf optik dan retina mengalami kerusakan dan mengalami penipisan.Dapat menyebabkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan.
Iskemia iris ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Akan menekan saraf yang menyebabkan nyeri.Disampaikan ke saraf impuls NV (Vagus) dan menghasilkan refluks.Akan mengakibatkan mual muntah.

Posted on 22.22 by Unknown

No comments


A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).
Kesimpulan : persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Tahapan persalinan adalah :
1. Kala I : Pembukaan Sevik – 10 cm (lengkap)
2. Kala II : Pengeluaran janin
3. Kala III : Pengeluaran & pelepasan plasenta
4. Kala IV : dari lahirnya uri selama 1 – 2 jam
Yang dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri

B. Asuhan Kala IV
1. Fisiologi Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.
2. Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.

3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.

4. Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.

Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
2. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.
3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka episiotomi).
5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6. Pendokumentasian.

Bentuk Tindakan Dalam Kala IV :
1. Mengikat tali pusat;
2. Memeriksa tinggi fundus uteri;
3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi;
4. Membersihkan ibu dari kotoran;
5. Memberikan cukup istirahat;
6. Menyusui segera;
7. Membantu ibu ke kamar mandi;
8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.

Tindakan Yang Tidak Bermanfaat :
1. Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi.
2. Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa kontraksi.
3. Memisahkan ibu dan bayi.
4. Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi.

Pemantauan Lanjut Kala IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
1. Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau perdarahan.
2. Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi
4. Pernafasan
5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing).
7. Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.

Tanda Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Dapat tampak berenergi atau kelelahan / keletihan, mengantuk
2. Sirkulasi
- Nadi biasanya lambat (50-70), karena hipersensitivitas vagal.
- TD Bervariasi,
- Edema
3. Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah- ubah,
4. Eliminasi
- Hemoroid sering ada dan menonjol
- kandung kemih mungkin teraba atas simfisis pubis atau kateter urinarius mungkin dipasang.
5. Makanan / cairan
Dapat mengeluh haus lapar atau mual
6. Neurosensori
- Sensasi gerak ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesi spinal atau analgesia kaudal/epidural.
- Hiperefleksia mungkin ada
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, mis : nyeri, trauma jaringan / perbaikan episotomi, kandung kenih penuh, perasaan dingin dan otot tremor dan menggigil
8. Keamanan
- Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (pengerahan tenaga, dehidrasi)
- Perbaikan episitomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.
9. Seksualitas
- Fundus keras terkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi unbilikus.
- Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil.
- Payudara lunak dan puting tegang
10. Penyuluhan atau pembelajaran
Obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
11. Pemeriksaan diagnostik
Hb / Ht, jumlah darah lengkap, Urinalis, pemeriksaan lain sesuai indikasi temuan fisik

B. Prioritas keperawatan
1. Meningkatkan kesatuan dan ikatan keluarga
2. Mencegah atau mengontrol perdarahan
3. Meningkatkan kenyamanan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Proses keluarga, perubahan. b.d transisi atau peningkatan perkembangan anggota keluarga
2. Kekurangan volume cairan b.d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik. mis siskulasi uteroplasental berlanjut, vaso kontriksi tidak koplet, ketidak adekuatan erpindahan cairan
3. Nyeri akut b.d trauma mekanis/edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietaas

D. Intervensi Keperawatan
Dx I
Tujuan :
Saat kondisi ibu dan neonatus memungkinkan mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, menggendong bayi
Tindakan / intervensi :
- Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, lebih disukai bersentuhan kulit dengan kulit
- Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi dan membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisi
- Observasi dan catat interaksi bayi keluarga, perhatikan perilaku untuk menujukan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus
- Catat pengungkapan / perilaku yang menunjukan kekecewaan atau kuran minat/ kedekatan
- Jamin privasi keluarga pada pemeriksaan selama interaksi awal dengan bayi baru lahir, sesuai kondisi ibu dan bayi
- Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung pada pilihan klien dan keyakinan.

Dx II
Tujuan :
Menunjukan tanda-tanda vital stabil dalam batas normal, menunjukan perbaikan episitomi atau insisi sesaria merapat dan balutan bedahkerin dan utuh
Tindakan / intervensi :
- tempatkan klien pada posisi rekumben
- kaji hal yang memperberat kejadian intrapartum, khususnya persalinan yang di induksi/augmentasi atau persalinan yang lama.
- perhatikan jenis persalinan dan anestesia, kehilangan darah pada persalinan, dan lama persalinan tahap II
- kaji TD dan nadi setiap 15 menit
- perhatikan kondisi perbaikan episitomi, edema berlebihan, tekanan internal kuat

Dx III
Tujuan :
- menunjukan posur dan ekspresi wajah rileks
- mengungkapkan rasa ketidaknyamanan / nyeri
Tindakan / intervensi :
- kaji sifat dan derajat ketidak nyamanan, jenis melahirkan, lama persalinan, dan pemberian anastesi atau analgesia.
- beri ucapan selamat klien / pasangan pada kelahiran bayi baru lahir. berikan kesempatan untuk membicarakan tentang pengalaman melahirkan
- berikan informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama periode pascapartum.
- kaji adanya tremor pada kaki atau tubuh atau gemetar yang tidak terkontrol, tempatkan selimut hangat pada klien
- anjurkan penggunaan teknik pernapasan / relaksasi
- berikan lingkungan tenang, anjurkan istirahat diantara pengkajian
- berikan cairan yang jernih jika dibutuhkan



DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk, rencana perawatan maternal/bayi,edisi 2, EGC, Jakarta
Draft, Acuan Pelatihan Pelayanan Dasar Kebidanan.
Dep.Kes. RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta.
http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/mekanisme-persalinan-normal/
http://www.mitrariset.com/2009/04/persalinan.html
Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta.
Pusdiknakes, 2003, Buku 3 Asuhan Intrapartum, Jakarta.
Sarwono, P, 2003, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, YBP SP, Jakarta.
Scoot, J, dkk, 2002, Dandorft Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi, Cetakan I, Widya Merdeka, Jaka

Posted on 22.20 by Unknown

No comments

ASMA




A.     PENGERTIAN
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Asma dibagi menjadi dua jenis :
·         Bronchial Asthma (asma bronkial)meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan
·         Cardiac asthma (asma jantung)adalah sesak nafas akibat gangguan fungsi jantung.
Yang membedakan antara keduanya yaitu biasanya sesak nafas akibat jantung (cardiac ashtma) muncul setelah penderita melakukan aktifitas, sedangkan asma bronchial bisa muncul kapan saja, baik setelah melakukan aktifitas maupun ketika tidak melakukan aktifitas.

B.     ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.      Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2.      Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.       Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor presipitasi
a.       Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·         Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
·         Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
·         Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b.      Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.       Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d.      Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.       Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C.     PATOFLOW
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
A.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.      Pemeriksaan Laboratorium
1.      Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
2.      Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
a.       Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b.      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c.       Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

3.      Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).

b.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
2.      Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3.      Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
4.      Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
5.      Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,  PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik,  APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
6.      X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
7.      Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cararadioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
8.      Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein(ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
9.      Web of Caution (WOC) secara Teorits

B.     MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala penderita asma antara lain :
  • ·         Batuk
  • ·         Dispnea
  • ·         Mengi
  • ·         Hipoksia
  • ·         Takikardi
  • ·         Berkeringat
  • ·         Pelebaran tekanan nadi


C.     KOMPLIKASI
            Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
·         Bronchitis kronis, bronkiolus
·         Atelektasis: lobari segmental karena obstruksi brokus oleh lender
·         Hipoksemia
·         Pneumotoraks
·         Emfisema
·         Kematian

D.     PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Pengobatan non farmakologik:
a.       Memberikan penyuluhan
b.      Menghindari faktor pencetus
c.       Pemberian cairan
d.      Fisiotherapy
e.       Beri O2 bila perlu.

2.      Pengobatan farmakologik :
a.       Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
1.      Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
a.       Orsiprenalin (Alupent)
b.      Fenoterol (berotec)
c.       Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.

2.      Santin (teofilin)
Nama obat :
a.       Aminofilin (Amicam supp)
b.      Aminofilin (Euphilin Retard)
c.       Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian                       :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3.      Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma
4.      Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ASMA BRONCHIAL

Pengkajian Keperawatan

a.       Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalapernapasan
b.      Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
c.       Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya
d.      Pemeriksaan fisik

Pernapasan
·         Napas pendek
·         Wheezing
·         Retraksi
·         Takipnea
·         Batuk kering
·         Ronkhi
Kardiovaskuler
·         Takikardia
Neurologis
·         Kelelahan
·         Ansietas
·         Sulit tidur

Muskuloskeletal
·         Intolerans aktifitas
Integumen
·         Sianosis
·         Pucatob
Psikososial
·         Tidak kooperatif selama perawatan
Kaji status hidrasi
·         Status membran mukosa
·         Turgor kulit
·         Output urine



DATA FOKUS

Nama Klien      /  umur :
No kamar         /  ruang :

Data Subyektif
Data Obyektif

-          Klien mengeluh sesak napas seprti tercekik
-          Klien mengeluh batuk dengan sekret kental berwarna kuning kehijauan (produktif)
-          Klien mengatakan kedua orang tua mempunyai penyakit yang sama
-          Klien mengeluh mual dan muntah
-          Klien mengatakan tidak nafsu makan
-          Klien mengatakan lemas


-          Klien terdengar bunyi mengik saat ekspirasi
-          Penyakit klien kambuh sering di malam hari terutama cuaca dingin
-          Pasien hanya dapt menghabiskan makanan ¼ porsi
-          Berat badan pasien menurun
-          TTV
TD   : 120/80 mm/Hg
RR   :  28x / menit
N     :   112 x / menit
S      :   37 C
-          Pemeriksaan Lab
PCO2 :  47 mm/Hg
PO2    :  77 mm/Hg

ANALISA DATA

Nama Klien      /  umur :
No kamar         /  ruang :

No
Data
Masalah
Etiologi
1.













DS :
-          Klien mengeluh sesak napas seprti tercekik
-          Klien mengeluh batuk dengan sekret kental berwarna kuning kehijauan (produktif)
DO :
-          Klien terdengar bunyi mengik saat ekspirasi
-          TTV
TD   : 120/80 mm/Hg
RR   :  28x / menit
N     :   112 x / menit
S      :   37 C
-          Pemeriksaan Lab
PCO2 :  47 mm/Hg
PO2    :  77 mm/Hg

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif




Penumpukan Sekret









2.
DS :
-          Klien mengeluh sesak napas seprti tercekik
-          Klien mengatakan lemas
DO :
-          Klien terdengar bunyi mengik saat ekspirasi
-          Penyakit klien kambuh sering di malam hari terutama cuaca dingin
-          TTV
TD   : 120/80 mm/Hg
RR   :  28x / menit
N     :   112 x / menit
S      :   37 C
-          Pemeriksaan Lab
PCO2 :  47 mm/Hg
PO2    :  77 mm/Hg

Gangguan Pertukaran Gas

Penyempitan Saluran Pernafasan

3.
DS :
-          Klien mengeluh batuk dengan sekret kental berwarna kuning kehijauan (produktif)
-          Klien mengeluh mual dan muntah
-          Klien mengatakan tidak nafsu makan
-          Klien mengatakan lemas
DO :
-          Pasien hanya dapt menghabiskan makanan ¼ porsi
-          Berat badan pasien menurun
-          TTV
TD   : 120/80 mm/Hg
RR   :  28x / menit
N     :   112 x / menit
S      :   37 C
-          Pemeriksaan Lab
PCO2 :  47 mm/Hg
PO2    :  77 mm/Hg

Perubahan nutrisi kurang dari keburuhan tubuh
Mual, nafsu makan menurun


Diagnosa Keperawatan
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
b.      Gangguan pertukaran gas b.d penyempitan saluran pernafasan
c.       Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, nafsu makan menurun

Intervensi Keperawatan
a.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
Tujuan:
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi:
Mandiri
1.      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas (mengi)
R/: Beberapa derajat spasmevbronkus terjadi dengan obstuksi jalan nafas dan dapat dimenifestasikan adanya nafas advertisius
2.      Kaji / pantau frekuensi pernafasa, catat rasio inspirasi/ekspirasi
R/: Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut

3.      Catat adanya derajat dyspnea, ansietas, distress penafasan, penggunaan obat bantu
R/: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4.      Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
R/: Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5.      Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh : debu, asap, dan lain-lain.
R/: Pencetus tipe alergi pernafasan dan memicu episode akut.
6.      Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 m/ hari sesuai toleransi jantung.Memberikan air hangat.
R/ : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
R/: Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

b.      Gangguan pertukaran gas b.d penyempitan saluran pernafasan
Tujuan
Perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat.
Intervensi
Mandiri
1.      Kaji atau awasi secara rutin kulit dan membran mukosa   
R/: Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
2.      Palpasi fremitus
R/: Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumpulan cairan atau darah.
3.      Awasi tanda vital dan irama jantung
R/: Tachicardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi
1.      Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/: Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

c.       Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d amual, nafsu makan menurun
Tujuan :
Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Intervensi:
Mandiri
1.      Kaji kebiasaan pasien, masukkan makanan saat ini. Catat drajat kerusakan makanan.
R/: pasien distess pernafasaan akut sering anoreksia karena dipsnea
2.      Sering lakukan prawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
R/: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

Kolaborasi
1.      Berikan O2 tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/: Dipsnea dan meningkatkan

Evaluasi
a.       Jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas
b.      Ventilasi dan oksigen jaringan adekuat.
c.       Berat badan ideal

Posted on 22.18 by Unknown

No comments